MAKALAH FISIOLOGI MANUSIA
SISTEM DIGESTIFUS
Disusun oleh:
ü
Alifia Wisdayanti P (A
102.08.001)
ü
Ambar Saraswati ( A
102.08.002)
ü
Annas Prasetyaningrum (A
102.08.003)
ü
Annisa Zaki DL (A
102.08.004)
ü
April Ayu Budiati (A
102.08.005)
AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA
2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem Digestivus atau sistem gastro instestin, adalah
sistem organ dalam mahluk hidup multisel yang menerima makanan, mencernanya
menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Sistem pencernaan antara satu hewan dengan yang lainnya bisa sangat jauh
berbeda.
Pada dasarnya sistem pencernaan
makanan dalam tubuh manusia dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran
makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya adalah proses
penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses
pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus.
Pencernakan adalah proses perubahan makanan dari
bentuk komplek menjadi bentuk sederhana atau dari bentuk kasar menjadi halus. Tujuan dari pencernakan adalah agar makanan mudah untuk diserap (absorpsi). Hasil pencernakan karbohidrat adalah monosakarida, protein adalah asam
amino dan lemak adalah asam lemak.
Pencernakan dibedakan 2
macam:
1.
Pencernakan
Fisika: yaitu pencernakan yang merupakan makanan dari bentuk besar menjadi
kecil, yang terjadi hanya perubahan bentuk, tidak terjadi perubahan zat (tidak
terbentuk zat yang baru), dilakukan oleh gigi.
2.
Pencernakan
Kimiawi adalah pencernakan makanan dengan menggunakan enzim, mengubah makanan
menjadi zat baru yang lebih sederhana.
PERUBAHAN
BENTUK MAKANAN
- Karbohidrat
(polisakarida) menjadi disakarida kemudian dipecah lagi menjadi
monosakarida (glucose, fructose dan galaktose)
- Lemak
dipecah menjadi asam lemak
- Protein
dipecah menjadi polipeptida, kemudian dipecah lagi menjadi asam amino
MASTIKASI
Mastikasi
adalah proses mengunyah makanan, yang dilakukan oleh gigi menjadi bagian-bagian
yang halus, kemudian dengan bantuan saliva dijadikan satu menjadi bulatan yang
disebut bolus.
BAB II
PEMBAHASAN
Struktur
Makroskopis dan Mikroskopis Sistem Pencernaan
Proses pencernaan melibatkan berbagai organ di
dalam tubuh dari mulut sampai anus. Organ-organ tersebut kemudian membentuk
system saluran cerna.
1. Mulut dan Esofagus
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem pernafasan.
Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Saluran dari kelenjar
liur di pipi, dibawah lidah dan dibawah rahang mengalirkan isinya ke dalam
mulut. Di dasar mulut terdapat lidah, yang berfungsi untuk merasakan dan
mencampur makanan. Di belakang dan dibawah mulut terdapat tenggorokan (faring).
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung. Pengecapan relatif
sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman lebih rumit,
terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi
depan(incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang(molar, geraham), menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan
dan mulai mencernanya. Pada saat makan, aliran dari ludah membersihkan bakteri
yang bisa menyebabkan pembusukan gigi dan kelainan lainnya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
Epiglotis akan tertutup agar makanan tidak masuk ke dalam pipa udara (trakea)
dan ke paru-paru, sedangkan bagian atap mulut sebelah belakang (palatum mole,
langit-langit lunak) terangkat agar makanan tidak masuk ke dalam hidung.
Proses kimia dan fisiologi di dalam mulut. Air liur
menghaluskan makanan dan menjadikannya lebih mudah ditelan. Air liur mengandung
enzim, yaitu ptialin dan amilase liur. Enzim ini menghidrolisiskan kanji
menja dimaltosa Lidah membuat gumpalan makanan menjadi bolus dan mendorongnya ke arah
faring. Sewaktu menelan, lidah mendorong makanan ke belakang mulut dan
selanjutnya ke esofagus. Langit-langit (Laring) menghalangi makanan
untuk memasuki rongga nasal Makanan bergerak melalui esofagus secara
peristaltik.
2. Esofagus(kerongkongan)
Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran berotot yang berdinding tipis dan
dilapisi oleh selaput lendir. Kerongkongan menghubungkan tenggorokan dengan
lambung. Makanan didorong melalui kerongkongan bukan oleh gaya tarik bumi,
tetapi oleh gelombang kontraksi dan relaksasi otot ritmik yang disebut dengan
peristaltic.
3.
Gaster(lambung)
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai, terdiri dari 4 bagian yaitu kardia, fundus, corpus(badan) dan
pilorus. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting : lendir, asam klorida (HCl), prekursor pepsin
(enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel-sel lambung dari
kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa
menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung. Asam
klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna
memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
4. Duodenum, jejunum dan
ileum
Dari Gaster makanan disalurkan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan. Duodenum menerima enzim pankreatik dari pankreas
dan empedu dari hati. Cairan tersebut (yang masuk ke dalam duodenum melalui
lubang yang disebut sfingter oddi) merupakan bagian yang penting dari proses
pencernaan dan penyerapan. Gerakan peristaltik juga membantu pencernaan dan
penyerapan dengan cara mengaduk dan mencampurnya dengan zat yang dihasilkan
oleh usus. Beberapa centi pertama dari lapisan duodenum adalah licin, tetapi
sisanya memiliki lipatan-lipatan, tonjolan-tonjolan kecil (vili) dan tonjolan
yang lebih kecil (mikrovili).
Vili dan mikrovili menyebabkan bertambahnya permukaan dari lapisan
duodenum, sehingga menambah jumlah zat gizi yang diserap. Sisa dari usus halus,
yang terletak dibawah duodenum, terdiri dari jejunum dan ileum. Bagian ini
terutama bertanggungjawab atas penyerapan lemak dan zat gizi lainnya.
Penyerapan ini diperbesar oleh permukaannya yang luas karena terdiri dari
lipatan-lipatan, vili dan mikrovili. Dinding usus terdapat pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Kepadatan dari isi usus berubah secara bertahap, seiring dengan
perjalanannya melalui usus halus. Di dalam duodenum, air dengan cepat dipompa
ke dalam isi usus untuk melarutkan keasaman lambung. Ketika melewati usus halus
bagian bawah, isi usus menjadi lebih cair karena mengandung air, lendir dan
enzim-enzim pankreatik. Pada usus kecil, menghasilkan enzim:
a. Erepsin (peptidase) yang
menghidrolisis peptida menjadi asid(asam) amino
b. Maltase yang menghidrolisis
maltosa menjadi glukosa
c. Sukrase yang menghidrolisis
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
d. Laktase yang menghidrolisis
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa
5. Hepar, Pancreas dan Vesica velea
1. Hepar
Hepar merupakan organ yang besar dan memiliki berbagai fungsi, diantaranya
berhubungan dengan pencernaan. Zat-zat gizi dari makanan diserap
ke dalam dinding usus yang mempunyai banyak pembuluh darah
kecil-kecil(kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang
bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati
sebagai vena porta.
Vena porta terbagi menjadi pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah dalam 2 cara: bakteri dan partikel asing lain diserap dari usus
dan dibuang, berbagai zat gizi yang diserap dari usus selanjutnya dipecah
sehingga dapat digunakan oleh tubuh. Proses tersebut berlangsung dengan
kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan
ke dalam sirkulasi umum. Hati menghasilkan sekitar separuh dari seluruh
kolesterol dalam tubuh, sisanya berasal dari makanan. Sekitar 80% kolesterol
yang dihasilkan di hati. Digunakan untuk membuat empedu. Hati juga
menghasilkan empedu, yang disimpan di dalam kandung empedu.
2. Vesica velea
Empedu mengalir dari hati melalui
duktus hepatikus kiri dan kanan, yang selanjutnya bergabung membentuk duktus
hepatikus communis.
Saluran ini kemudian bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari kandung
empedu (duktus sistikus) untuk membentuk saluran empedu umum. Duktus
pankreatikus bergabung dengan saluran empedu umum dan masuk ke dalam duodenum.
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya
sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian
sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi.
Sebagai akibatnya, empedu
mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan. Empedu memiliki 2
fungsi penting: membantu pencernaan dan penyerapan lemak, serta berperan dalam
pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Secara spesifik empedu
berperan dalam berbagai proses berikut:
- Garam empedu meningkatkan
kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu
proses penyerapan.
- Garam empedu merangsang
pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya.
- Bilirubin (pigmen utama dari
empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang
dihancurkan.
- Obat dan limbah lainnya dibuang
dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.
- Berbagai protein yang berperan
dalam fungsi empedu dibuang di dalam empedu.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak
10-12 kali/hari. dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke
dalam usus besar (kolon). Di colon, bakteri memecah garam empedu menjadi
berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya
dibuang bersama tinja.
3. Pancreas
Terdiri dari 2 jaringan dasar:
·
Asinus, menghasilkan enzim-enzim pencernaan.
·
Pulau Pankreas, menghasilkan hormon. Pakreas
melepaskan enzim pencernaan ke dalm duodenum dan melepaskan hormon ke dalam
darah.
Enzim pencernaan dihasilkan oleh sel-sel asini dan mengalir melalui
berbagai saluran ke dalam duktus pankreatikus. Duktus pankreatikus akan
bergabung dengan saluran empedu pada sfingter oddi, dimana keduanya akan masuk
ke dalam duodenum.
Colon (usus
besar) terdiri dari: colon asendens (kanan), colon transversum, colon desendens
(kiri), dan colon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Apendiks (usus buntu)
merupakan suatu tonjolan kecil berbentuk seperti tabung yangterletak di colon
asendens pada perbatasan colon asendens dengan usus.
Usus besar menghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan elektrolit
dari tinja. Ketika mencapai usus besar, isi usus berbentuk cairan, tetapi
ketika mencapai rektum bentuknya menjadi padat. Banyaknya bakteri yang terdapat
di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat
penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
6. Rectum
dan anus.
Rectum merupakan ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah colon
sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rectum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada colon desendens. Jika colon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar.orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda buang air besar. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu
cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
MEKANISME
SISTEM PENCERNAAN
• Karbohidrat
Sebelum karbohidrat dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh, maka
karbohidrat harus dipecah menjadi persenyawaan yang lebih sederhana (monosakarida)
untuk dapat melewati dinding usus halus, kemudian masuk ke dalam sirkulasi
darah untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
• Absorpsi Karbohidrat dalam Usus Halus
Karbohidrat diserap usus halus dalam bentuk monosakarida. Karbohidrat diserap
melalui mekanisme pompa yang membutuhkan energi (ATP) dan perlu bantuan carrier
ion Na (transporting agent).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan karbohidrat:
1. Hormon insulin yang akan meningkatkan transport glukosa ke dalam jaringan
sel. Berarti juga mempertinggi
penyerapan glukosa dalam jaringan , akibatnya akan mempercepat perubahan
glukosa menjadi glikogen dalam hati.
2. Tiamin (vit B1), piridoksin, asam panthotenat, hormon tiroksin berperan
besar dalam penyerapan dan metabolisme karbohidrat.
• Protein
Absorbsi protein dalam usus halus sebagan besar
protetein diabsorbsi dalam bentuk asam amino, proses ini terjadi sebagian besar
dalam yeyunum. Asam amino (transport aktif) melewati sel epitel ppaa vili. Asam
amino keluar dari sel epitel (difusi). Penyerapan sama dengan yang ditempuh
monosakarida. Dalam waktu yang bersamaan dipeptida dan tripeptida dihidrolisis
menjadi asam amino di dalam sel epitel (difusi)menuju kapiler darah dalam vili.
Asam amino dari kapiler diangkut oleh darah menuju hati melalui sistem vena
porta hepatica. Asam amino dibebaskan oleh hati menuju janung ke seluruh tubuh
melalui aliran darah.
• Lipid Pencernaan.
Sebagian besar pencernaan lemak terjadi di dalam usus
halus. Langkah pertama, proses pengolahan asam lemak netral (trigliserida) yang
terdapat meimpah pada makanan oleh garam-garam empedu. Garam-garam empadu
memecah glubola lemak ke dalam bentuk droplet-droplet yang berdiameter 1 µm. Droplet
bercampur dengan garam empedu membentuk gumpalan yang disebut micelles.
Langkah kedua, enzim yang
disekresi oleh getah pankreas yaitu pancreatic lipase menghidrolisis setiap
molekul lemak menjadi asam lemak dan monogliserida yang merupakan produk akhir
pencernaan lemak. Absorpsi Lipidsdalam Usus Halus Absorpsi lipids terutama terjadi
dalam jejenum (bagian tengah usus halus).
Gangguan Sistem
Digestivus
Banyak faktor penyebab gangguan pada istem pencernaan, antara lain pola makanan
yang salah, infeksi bakteri, atau karena adanya kelainan pada alat pencernaan
makanan. Beberapa gangguan tersebut antara lain sbb.
1). Karies
Terjadi dlam ringga mulut pada gigi yang
tidak terawat. Karies terjadi karena adanya penumpukan sisa makanan pada gigi
yngg difermentasikan oleh bakteri menyebabkan lubang pada gigi.
2). Sariawan
Diawali dengan timbulnya luka
kecil dalam rongga mulut. Bil tidak segera disembuhkan, sariawan dapat
mengganggu pencernaan makanan di dalam mulut. Pencegahannya dilakuakan dengan
mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah yang cukup.
3). Apendisitis
Yaitu terjadi peradangan bagian apendiks ( umbai cacing ) karena infeksi
bakteri.
4). Diare
Disebabkan oleh protozoa atau bakteri, sehingga terjadi gangguan penyerapan
air di usus besar. Akibatnya, ampas makanan yang dikeluarkan berwujud cair.
5). Enteritis
Peradangan pada usus halus atau usus atau usus besar karena infeksi oleh
bakteri.
6). Konstipasi atau sembelit
Gejalanya sulit buang air besar karena penyerapan air di kolon terlalu banyak
7). Ulkus ( radang lambung )
Peradangan pada dinding lambung akibat produksi asam lambung lebih banyak dari
jumlah makanan yang masuk atau karena infeksi oleh bakteri.
8). Parotitis ( gondong )
Peradangan pada kelenjar parotis karena infeksi virus.
9). Kanker lambung
Penyakit ini disebabkan oleh konsumsi alcohol yang berlebihan, merokok, dan
sering mengkonsumsi makanan berbahan pengawet.
10). Kolitis ( radang usus besar )
Gejalanya berupa diare, kram perut, atau konstipasi, bahkan dapat terjadi luka
atau pendarahan di usus.
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai 4 tahap pemeriksaan, yaitu inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Inspeksi. Pada pemeriksaan ini
hanya untuk melihat kulit (warna, lesi, dan sikatrik), bentuk abdomen (cembung,
cekung, rata) dsb.
Palpasi. Pada pemeriksaan ini,
pasien diminta untuk menekuk lutut membentuk sudut 45-60 derajat agar otot
abdomen teregang sehingga memudahkan pemeriksaan. Selanjutnya, dilakukan
palpasi hepar, lien, ginjal dan pemeriksaan asites untuk mengetahui apakah ada
kelainan dan rasa nyeri pada abdomen.
Perkusi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan batas-batas hepar, lien,
dan organ abdomen lainnya agar dapat mengetahui apakah ada perbesaran organ
atau tidak. Auskultasi. Dalam pemeriksaan ini, kita dapat mendengar bunyi pada abdomen
pasien, seperti normoperistaltik, hipoperistaltik, dan hiperperistaltik.
PERGERAKAN USUS BESAR DAN REFLEKS DEFEKASI
Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml
kimus dari usus halus setiap hari. Karena sebagian besar pencernaan dan
penyerapan telah selesai di usus halus, isi usus yang disalurkan ke kolon
terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna (misalnya selulosa),
komponen empedu yang tidak diserap, dan sisa cairan. Kolon mengekstrasi H20 dan
garam dari isi lumennya.
Fungsi utama kolon adalah (1) absorpsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat
dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian
proksimal kolon terutama berhubungan dengan absorpsi, dan setengah bagian
distal berhubungan dengan penyimpanan. Karena tidak diperlukan pergerakan kuat
dari dinding kolon untuk fungsi-fungsi ini, maka pergerakan kolon secara normal
berlangsung lambat. Meskipun lambat, pergerakannya masih mempunyai
karakteristik yang serupa dengan pergerakan usus halus dan sekali lagi dapat
dibagi menjadi gerakan mencampur dan gerakan mendorong.
Gerakan Mencampur – Haustra
Melalui cara yang sama dengan terjadinya gerak
segmentasi dalam usus halus, konstriksi-konstriksi sirkular yang besar terjadi
dalam usus besar. Pada setiap kontriksi ini, kira-kira 2,5 cm otot sirkular
akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen kolon sampai hampir tersumbat.
Pada saat yang sama, otot longitudinal kolon yang terkumpul menjadi tiga pita
longitudinal yang disebut taenia coli, akan berkontraksi. Kontraksi gabungan
dari pita otot sirkular dan longitudinal menyebabkan bagian usus besar yang
tidak terangsang menonjol ke luar memberikan bentuk serupa-kantung yang disebut
haustra.
Setiap haustra biasanya mencapai intensitas puncak
dalam waktu sekitar 30 detik dan kemudian menghilang selama 60 detik berikutnya.
Kadang-kadang kontraksi juga bergerak lambat menuju ke anus selama masa
kontraksinya, terutama pada sekum dan kolon asenden, dan karena itu menyebabkan
sejumlah kecil dorongan isi kolon ke depan. Beberapa menit kemudian, timbul
kontraksi haustra yang baru pada daerah lain yang berdekatan. Oleh karena itu,
bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan diputar seperti seseorang
sedang mencampurkan bahan bangunan. Dengan cara ini, semua bahan feses bertahap
bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan cairan-cairan zat terlarut
secara progresif diabsorpsi hingga hanya terdapat 80 sampai 200 mililiter feses
yang dikeluarkan setiap hari.2
Karena gerakan kolon lambat, bakteri memiliki cukup waktu untuk tumbuh dan
menumpuk di usus besar. Sebaliknya, di usus halus isi lumen biasanya bergerak
cukup cepat, sehingga bakteri sulit tumbuh. Tidak semua bakteri yang termakan
dapat dihancurkan oleh lisozim liur dan HCL lambung, sehingga bakteri yang
dapat bertahan hidup dapat tumbuh subur di usus besar. Sebagian besar
mikro-organisme di kolon tidak berbahaya apabila berada dilokasi ini.1
Gerakan Mendorong – Pergerakan Massa
Tiga sampai empat kali sehari, umumnya setelah makan,
terjadi peningkatan nyata motilitas, yaitu terjadi kontraksi simultan segmen-segmen
besar di kolon asendens dan transverse, sehingga dalam beberapa detik feses
terdorong sepertiga sampai tiga perempat dari panjang kolon.
Kontraksi-kontraksi masif yang diberi nama gerakan massa ( mass movement) ini,
mendorong isi kolon kebagian distal usus besar, tempat isi tersebut disimpan
sampai terjadi defekasi.
Sewaktu makanan masuk kelambung, terjadi gerakan massa
di kolon yang terutama disebabkan oleh refleks gastrokolik, yang diperantai
oleh gastrin dari lambung ke kolon dan oleh saraf otonom ekstrinsik. Pada
banyak orang , refleks ini paling jelas setelah makanan pertama (pagi hari) dan
sering diikuti oleh keinginan kuat untuk segera buang air besar. Dengan
demikian, makanan baru memasuki saluran pencernaan, akan terpicu oleh refleks-refleks
untuk memindahkan isi yang sudah ada ke bagian saluran cerna yang lebih distal
dan member jalan bagi makanan baru tersebut. Refleks gastroileum memindahkan
isi usus halus yang tersisa ke dalam usus besar, dan refleks gastrokolik
mendorong isi kolon ke dalam rectum yang memicu refleks defekasi.
Refleks Defekasi
Sewaktu gerakan massa kolon mendorong isi kolon ke
dalam rektum, terjadi peregangan rektum yang kemudian merangsang reseptor
regang di dinding rectum dan memicu refleks defekasi.1 Satu dari refleks-refleks
ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik
setempat di dalam rektum. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut : Bila feses
memasuki rektum, distensi dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang
menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menibulkan gelombang peristaltik di
dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong feses ke arah anus.
Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani internus direlaksasi
oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus. Jika sfingter ani
eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi secara volunter pada waktu
yang bersamaan, terjadilah defekasi. Peregangan awal dinding rektum menimbulkan
perasaan ingin buang air besar.
Apabila defekasi ditunda, dinding rektum yang semula
teregang akan perlahan-lahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda
samapi gerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak feses ke dalam rektum,
yang kembali meregangkan rektum dan memicu refleks defekasi. Selama periode
non-aktif, kedua sfingter anus tetap berkontraksi untuk memastikan tidak
terjadi pengeluaran feses.
Refleks defekasi mienterik intrinsic yang berfungsi
dengan sendirinya secara normal bersifat relatif lemah. Agar menjadi efektif
dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh refleks
defekasi jenis lain, suatu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen
sakral medulla spinalis. Bila ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang,
sinyal-sinyal dihantarkan pertama ke dalam medulla spinalis dan kemudian secara
refleks kembali kekolon desenden, sigmoid, rektum, dan anus melalui
serabut-serabut saraf parasimpatis dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal
parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan juga
merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refleks defekasi
mienterik instrinsik dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu proses defekasi
yang kuat, yang kadang efektif dalam mengosongkan usus besar sepanjang jalan
dari fleksura splenikus kolon sampai ke anus.
FISIOLOGI DEFEKASI
Dalam defekasi ada dua refleks yaitu :
1.Refleks
defekasi intrinsik
2. Refleks defekasi Parasimpatis
1. Refleks defekasi intrinsik
Refleks ini berawal dari feses yang masukrektum yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus
ingentikus dan terjadilah gerak peristaltik.Setelah
feses tiba di anus secara sistematisspingter interna relaksasi maka terjadi defekasi.
2. Refleks Defekasi Parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan kespinal
coral, dan dari sini kemudian, ,dan rectum yang
menyebabkan intensifnya peristaltik.Relaksasi spingter maka terjadilah defekasi.
PRODUK
DEFEKASI
•Produk dari defekasi ialah feses
•Feses terdiri atas 75 % air dan 25% materi padat
•Feses normal berwarna coklat
•Baunya Khas
•Konsistensi : lembek namun berbentuk
•Defekasi disertai dengan pengeluaran gas
•Gas terdiri dari CO2, metana, H2S,
O2, N2
Faktor yang
mempengaruhi defekasi:
1. Umur
2. Diet
3. Cairan
4. Faktor psikologi
5. Gaya hidup
6. Obat-obatan
7. Prosedur diagnostik
8. Anastesi dan pembedahan
9. Nyeri
10. Iritan
11. Gangguan saraf sensorik dan motorik
12. Posisi saat defekasi
13. Kehamilan
DIARE
Diare (atau dalam bahasa kasar disebut menceret)
(BM = diarea; Inggris = diarrhea) adalah sebuah penyakit di mana tinja atau feses berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling
sedikit tiga kali dalam 24 jam. Di negara berkembang, diare adalah penyebab kematian
paling umum kematian balita, dan juga membunuh lebih dari 2,6 juta orang setiap
tahunnya
Penyebab
Sebuah mikrograf elektron dari rotavirus, penyebab
hampir 40% dari diare pada anak di bawah umur 5 tahun.
Memakan makanan yang asam, pedas,
atau bersantan sekaligus secara berlebihan dapat menyebabkan diare juga karena
membuat usus kaget.
Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi
diserap oleh usus besar. Sebagai bagian dari proses digestasi, atau karena masukan cairan, makanan tercampur dengan sejumlah besar
air. Oleh karena itu makanan yang dicerna terdiri dari cairan sebelum mencapai
usus besar. Usus besar menyerap air, meninggalkan material yang lain sebagai
kotoran yang setengah padat. Bila usus besar rusak / radang, penyerapan tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair.
Diare kebanyakan disebabkan oleh
beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam kondisi hidup yang bersih
dan dengan makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya
sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu.
Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam-jiwa
bila tanpa perawatan.
Diare dapat menjadi gejala penyakit
yang lebih serius, seperti disentri, kolera atau botulisme, dan juga dapat menjadi indikasi sindrom kronis
seperti penyakit Crohn. Meskipun penderita apendisitis umumnya tidak mengalami diare,
diare menjadi gejala umum radang usus buntu.
Diare juga dapat disebabkan oleh
konsumsi alkohol yang
berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan. jadi apabila mau
mengkonsumsi alkohol lebih baik makan terlebih dahulu.
Gejala
Gejala yang biasanya ditemukan
adalah buang air besar terus menerus disertai dengan rasa mulas yang berkepanjangan, dehidrasi, mual dan muntah. Tetapi gejala
lainnya yang dapat timbul antara lain pegal pada punggung,dan perut
sering berbunyi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sherwood, Laura. Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd Ed. Buku EGC 2001:537-087.
2.
Lee, JL. Pedoman Pemeriksaan
Laboratorium dan Diagnostik. 6nd Ed. Buku EGC 2008.
3.
Medicastore. Biologi Sistem
Pencernaan. Diunduh dari http://www.medicastore.com, 21 juni 2008.
4.
Nurman, A. Penatalaksanaan
Pankreatitis Akut. 2000. Diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files_12/Penatalaksanaan_Pankreatitis_Akut_128/.pdf/12/Penatalaksanaan_Pankreatitis_Akut_128.html,
21 juni 2008.
5.
Farid, F. Hepar. November 2007.
Diunduh dari
http://fadlyansyah.blogspot.com/2007/11/pendahuluan-hepar-merupakan-kelenjar.html,
21 juni 2008.
6.
Medicastore. Pankreatitis akut.
Juni 2008. Diunduh dari http://www.medicastore.com, 22 juni 2008.
7.
Medicastore. Fisiologi Saluran
Cerna. Diunduh dari http://www.medicastore.com, 22 juni 2008.
8.
Medicastore. Beberapa Gangguan
Saluran Cerna. Diunduh dari http://www.medicastore.com, 22 juni 2008.
9.
Erawati. Nyeri Ulu hati. 2001.
Diunduh dari http://www.sinarharapan.com, 22 juni 2008
10. Watson, R., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat, edisi 10, EGC,
Jakarta
11. Kahle, W.,
et all, 1991, Atlas dan Buku Teks Anatomi Manusia, EGC, Jakarta